Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mohamad Syafi’ Alieha atau Savic Ali mengungkapkan bahayanya merebut kekuasaan berdasarkan politik identitas. Pernyataan tersebut disampaikannya dalam diskusi Bedah Modul Pedoman Peliputan Media Toleran bersama Kementrian Agama di Forest Garden Batulayang, Bogor, Minggu (11/12/2022). "Politik identitas pada dasarnya kita semua melakukan ekspresi identitas orang NU sering pakai sarung dan peci menunjukkan dirinya NU apakah itu politik identitas? Tidak, itu ekspresi budaya," kata Savic.
Kemudian Savic mengungkapkan bahwa politik secara umum merupakan upaya untuk meraih kekuasaan. "Politik itu kalau diterjemahkan secara umum merupakan upaya ikhtiar untuk meraih kekuasaan atau menghalangi pihak lain untuk mendapatkan kekuasaan," sambungnya. Savic menuturkan mendapatkan kekuasaan menggunakan politik identitas merupakan hal yang berbahaya.
"Sebuah ikhtiar mendapatkan kekuasaan akan berbahaya jika berbasis identitas. Sebuah ikhtiar menghalangi orang mendapatkan kekuasaan akan berbahaya kalau berbasis identitas baik suku atau agama," tegasnya. Savic menegaskan jika bukan ikhtiar untuk mendapatkan kekuasaan atau sebuah upaya untuk menghalangi seseorang mendapatkan kekuasaan tidak bisa disebut politis.
"Tetapi ketika upaya masuk mendapatkan kekuasaan atau menghalangi pihak lain mendapatkan kekuasaan itu menggunakan identitas menjadi masalah," tambahnya. Savic mencontohkan ketika seorang Presiden Indonesia harus muslim dan orang Jawa lalu jika tidak maka dihalangi. "Kita jadi membangun sentimen anti muslim dan anti Jawa jadinya.
Kita membangkitkan sentimen sesama muslim dan sesama Jawa. Jadinya orang yang bukan Jawa dan bukan muslim yang tidak tahu apa apa ikut korban sentimen," tutupnya.